Mohon maaf tidak menerima titipan, kecuali obat
Banyak cara menumbuhkan kemandirian siswa baik di rumah maupun di sekolah. Ketika di rumah, anak bisa diberi tanggung jawab mulai dari yang sederhana. Misalnya, menyiapkan peralatan sekolah di malam hari, menata tempat tidur, membersihkan kamar sendiri, dan sebagainya. Di sekolah anak bisa diajari untuk menata loker pribadi, mengerjakan ulangan sendiri, tidak meminjam alat tulis teman ketika ujian, merapikan jilbab untuk menyebut beberapa.
Kadar kemandirian siswa di sekolah tentu berbeda-beda. Salah satu hal yang menyebabkan adalah pola asuh orang tua. Orang tua yang disiplin akan cenderung menghasilkan anak yang disiplin. Meletakkan barang pada tempatnya, membersihkan piring gelas selesai makan, membersihkan kamar pribadi, sholat tepat waktu, membaca Al Qur'an setiap hari contohnya. Mereka akan membawa performance yang sama ketika di sekolah. Mengumpulkan tugas tepat waktu, rapi dalam berpakaian, dan bergerak aktif.
Sebaliknya, orang tua yang cenderung melayani akan menghasilkan anak yang kurang mandiri. Tidak mau makan kalau tidak disuapi, sering terlambat mengumpulkan tugas karena tertinggal di meja belajar, rambut acak-acakan, jilbab tidak mampu menyembunyikan aurat, dan lamban dalam melakukan aktifitas. Akibatnya, guru harus bekerja keras.
Beberapa orang tua merasa tidak tega jika anaknya harus mandiri. Dulu, dulu sekali, kami menemukan banyak anak yang melibatkan orang tua dalam urusan yang seharusnya bisa mereka selesaikan sendiri. Setiap hari para security menerima titipan barang dari wali murid. Barang-barang tersebut bisa berupa bekal makan siang yang tertinggal, tempat minum, sepatu olah raga, rompi, jilbab, toolbox, alat musik, uang saku, sampai tugas yang harus dikumpulkan hari itu. Bahkan sebagai wali kelas saya pernah menemukan yang menurut saya sangat ekstrim karena wali murid ini harus kembali sampai tiga kali untuk melayani ketiga anaknya di kelas yang berbeda. Hmmmm…
Melihat fenomena di atas, pimpinan mengambil kebijakan untuk meniadakan penitipan barang. Semua guru dan wali kelas mengampanyekan kemandirian. Baik kepada siswa maupun orang tua. Forum-forum seperti Parenting membahas tentang kemandirian. Bagaimana memangkas masa kanak-kanak mereka menjadi masa remaja yang bertanggung jawab. Wali kelas membawa semangat ini di setiap komunikasi dengan wali murid. Tidak ketinggalan, di setiap kesempatan Home visit selalu didengung-dengungkan masalah ini. Semua personil dikerahkan hingga muncullah stiker di meja satpam pada lobi depan kantor, tempat security berjaga. Tulisan berbunyi Mohon maaf tidak menerima titipan, kecuali obat ternyata cukup ampuh menekan angka titip menitip ini. Obat menjadi perkecualian karena kondisi kesehatan anak berbeda. Ada anak yang harus mengonsumsi obat-obatan tertentu agar penyakitnya tidak kambuh ketika di sekolah.
Alhamdulillah, sedikit demi sedikit jumlah barang yang dititipkan berkurang. Yah, sedikit demi sedikit. Seiring berjalannya waktu, anak-anak mulai mandiri. Setidaknya pada point ini. Mereka harus berpikir dua kali lipat jika barang-barang mereka tertinggal. Selain selalu mengupayakan hal ini guru harus bersabar karena ini membutuhkan proses pembelajaran tersendiri. Kita tidak bisa menghapus budaya semudah membalik telapak tangan, bukan? Apalagi melibatkan orang tua. Pada beberapa hal, justru mengedukasi wali murid tidak kalah sulitnya dengan mengedukasi anak. Hehehe…
Ada saja yang menyiasati. Mengirim barang lewat gojek misalnya. Tidak menurunkan barang titipan di lobi. Jadi, anak sudah dikontak jam sekian harus menunggu di tempat tertentu untuk menerima barang dari abang gojek. Ada lagi. Karena hanya obat yang boleh dititipkan maka ada wali murid yang menitipkan obat bagi anaknya. Tidak salah, kan? Sebelum barang dikirim ke pemiliknya, waka kesiswaan selalu memeriksa. Ternyata di bawah obat tersebut terselip tugas yang harus dikumpulkan hari itu. Untunglah waka kesiswaan jeli. Ditelponlah wali kelas dan meminta mengonfirmasi pada anak.
Wali kelas bertanya kepada siswa, “Sakit apa Nak sampai kamu dikirimi obat?”
Sang anak menjawab, “Panas ustad.”
Nah, pembaca tahu obat apa yang dikirim wali murid tadi? Obat mata!
Sidoarjo, 20 Januari 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar